
Panggilan Mencekam dari Kamboja, Warga Kuningan Terjebak Sindikat TPPO.
KUNINGAN — Pemerintah Kabupaten Kuningan berhadapan dengan wajah buram perdagangan manusia yang kian bertransformasi menjadi industri kejahatan lintas negara. Kali ini, seorang warga Desa Galaherang, DS (25), bersama istrinya NAS (30), dan sejumlah rekannya, viral. Dengan beredarnya video meminta pertolongan setelah diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja.
Seruan “Kami ingin pulang, Pak” dalam video berdurasi 2 menit 19 detik yang viral di media sosial, memaksa pemerintah daerah bergerak lebih cepat dari biasanya.
Respons itu muncul spontan ketika DS melakukan panggilan video langsung kepada Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar. Dalam tayangan singkat itu, DS terlihat duduk di ruang gelap dengan lutut berdarah dan wajah penuh tekanan. Pemerintah daerah memduga kondisi para korban mencerminkan tindak eksploitasi yang kerap terjadi pada perekrutan pekerja ilegal untuk industri judi online di luar negeri. Sebuah sindikat yang bekerja senyap tetapi memiliki jaringan kuat.
Bupati langsung berkoordinasi dengan pihak penting dalam mendukung penyelamatan warganya. Antara lain menghubungi Kapolres Kuningan, serta melibatkan Andi Gani Nena Wea, Presiden Buruh KSPSI yang juga Penasehat Kapolri.
Lewat jaringan diplomatik nonformal, Andi Gani berkomunikasi dengan Presiden Buruh Kamboja, Mr. Chin, untuk menekan otoritas setempat dan KBRI agar memprioritaskan penyelamatan para korban. Langkah ini menandai pergeseran strategi Pemkab Kuningan, tidak hanya menunggu jalur birokrasi pusat, tetapi aktif masuk ke jalur lobi yang lebih cepat dan fleksibel.
Kapolres Kuningan, AKBP Muhammad Ali Akbar menerangkan, pihaknya sudah memfasilitasi laporan keluarga korban untuk diteruskan ke Bareskrim Polri karena locus delicti berada di luar negeri. Polres juga berkoordinasi dengan Satgas TPPO dan Direktorat Tindak Pidana Tertentu untuk memastikan kasus ini tidak berhenti sebagai insiden viral semata.
“Kami akan mengawal dari hulu hingga hilir,” tegas Kapolres.
Informasi awal diketahui, DS berangkat setelah ditawari pekerjaan sebagai admin sebuah perusahaan dengan iming-iming gaji besar. Namun sesampainya di Kamboja, ia diduga dipaksa bekerja melebihi batas wajar, ditempatkan di area tertutup, dan diduga mengalami kekerasan fisik. Pada satu upaya melarikan diri, DS dipukul menggunakan batang besi hingga mengalami luka di kepala dan kaki. NAS, istrinya, disebut mengalami tekanan psikologis berat akibat ancaman dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.
Pemerintah Kabupaten Kuningan kini mengerahkan perangkatnya untuk memperluas sosialisasi pencegahan TPPO, terutama melalui camat dan kepala desa. Bupati Dian meminta sosialisasi ketat, karena jalur migrasi ilegal akan terus mengancam warganya, melalui tawaran pekerjaan instan yang menggoda masyarakat di pedesaan.
“Masyarakat harus memastikan semua proses bekerja ke luar negeri melewati prosedur resmi. Jangan percaya tawaran yang tidak masuk akal,” ucapnya.
Kasus ini bukan yang pertama, tetapi menjadi alarm keras bagi Kuningan. Pola TPPO semakin canggih, memanfaatkan ekonomi digital dan kelengahan warga dalam memverifikasi informasi.
Pemerintah daerah menegaskan akan memperkuat perlindungan migran dan menutup celah sindikat yang selama ini bekerja dari balik layar. (Bubud Sihabudin)