![]() |
| Andika Ramadhan, Idealisme Mahasiswa di Persimpangan, Terancam Jadi Komoditas? |
Oleh : Andika Ramadhan, Mahasiswa Kuningan
Kuningan - Idealisme mahasiswa, yang dahulu dipuja sebagai kristal kejernihan moral, kini menghadapi ujian berat dalam sejarah perjalanan intelektual muda. Bagaimana idealisme tak lagi berdiri sesuci dahulu. "Dia" berubah menjadi barang dagangan bagi sebagian yang rela menukarnya dengan kenyamanan sesaat.
Idealisme adalah “berlian” yang hanya bisa dijaga oleh mereka yang benar-benar berani bertahan dari godaan zaman. Selama puluhan tahun, mahasiswa dikenal sebagai kelompok intelektual yang memegang teguh nilai-nilai kebenaran, nalar kritis, dan keberanian moral. Kekuasaan pernah gentar pada mahasiswa; bukan karena jumlahnya, tetapi karena integritas suaranya.
Kini, situasinya berubah. Idealisme, yang seharusnya menjadi senjata moral, justru diperdagangkan dalam lobi kekuasaan, forum organisasi, bahkan aksi jalanan. Ada barisan yang lebih sibuk mengejar proyek, fasilitas, dan jabatan dibanding memperjuangkan kepentingan publik. Fenomena yang oleh Andika disebut sebagai “idealisme karbitan” cepat matang, cepat busuk.
Dalam era informasi tanpa filter, mahasiswa memang dihadapkan pada pilihan sulit. Bertahan dengan idealisme berarti siap melawan arus besar yang menggoda. Namun tergelincir pada pragmatisme adalah jalan pintas menuju kenyamanan instan, dengan risiko kehilangan marwah sebagai "agent of change".
Sejumlah kajian menegaskan situasi ini bukan fenomena lokal semata. Laporan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menunjukkan terjadinya penurunan partisipasi kritis mahasiswa di berbagai negara, bergeser menjadi partisipasi transaksional. Sementara studi Journal of Youth Studies menyoroti bagaimana tekanan ekonomi dan iklim politik yang koruptif membuat idealisme generasi muda mudah terkikis jika tidak dipagari kekuatan moral.
Idealisme bukan sekadar slogan organisasi atau yel-yel aksi, tetapi “napas” yang memberi mahasiswa identitas. Tanpa itu, mereka hanya menjadi penonton di panggung perubahan, ramai berteriak, tetapi kehilangan makna.
Di tengah krisis integritas di berbagai lini, mahasiswa seharusnya menjaga kembali marwah sebagai kelompok yang berdiri paling depan dalam mengawal kebenaran. Sebab tanpa idealisme yang murni, tidak ada lagi yang membedakan mereka dari arus pragmatisme yang kian deras. (Andika Ramadhan)
